Harapan-harapan yang terus dipanjatkan dikala heningnya malam, kata demi kata terucap selaras dengan tetesan air mata, hingga terkadang menembus relung hati yang terdalam. bukan sebagai alat mengingatkan Tuhan, bukan sebagai penolak ketetapan Tuhan.
Inilah caraku bercerita langsung kepada pemilik semesta, bahwa aku bukan apa-apa bukan siapa-siapa dihadapannya, doa hanya bentuk ikhtiar dan kerendahanku sebagai hamba, bahwa aku memiliki keinginan.
Walau terkadang harapan-harapan itu tidak terwujud sekejap mata, tapi keyakinan yang terus terpatri dalam diri, bahwa "Allah Maha Kuasa atas segala makhluk" Yang terus membuatku tiada lelah berharap padanya, berharap keajaiban itu terjadi padaku. Ini bukan sebagai bentuk penistaan rasa syukur.
Aku sadar, hakikatnya berdoa bukan untuk memaksa, bukan sebagai bentuk paksaan terhadap Tuhan. Tapi sebagai salah satu bentuk usaha dalam meminta ridho-Nya dalam keinginan. Aku sadar bahwa semua keinginan belum tentu terkabul, sebab semua orang pun tau Allah yang menentukan yang terbaik bagi hambanya. Lalu apa yang menyebabkan perasaan terkadang belum bisa menerima? Apa itu manusiawi? Kurang bersyukur, bagaimana caranya? Berprasangka baik kepada Allah. Semua orang tau teori itu, tapi tidak semua orang mampu menerapkannya, salah kah?
Harapan -> Doa -> (ujian) -> lolos/gagal